Tuesday, December 8, 2009

Pentingnya Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Pentingnya Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai ekonomi suatu komoditas (good) atau jasa (service) lebih diartikan sebagai ”berapa yang harus dibayar” dibanding ”berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menyediakan barang/jasa tersebut”. Dengan demikian, apabila ekosistem dan sumberdayanya eksis serta menyediakan

barang dan jasa bagi kita, maka ”kemampuan membayar” (willingness to pay) merupakan proxy bagi nilai sumberdaya tersebut, tanpa memasalahkan apakah kita secara nyata melakukan proses pembayaran (payment) atau tidak (Barbier, et.al, 1997).

Peran valuasi ekonomi terhadap ekosistem dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya adalah penting dalam kebijakan pembangunan. Hilangnya ekosistem atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi, karena hilangnya ekosistem berarti hilangnya kemampuan ekosistem tersebut untuk menyediakan barang dan jasa. Dalam beberapa kasus bahkan hilangnya ekosistem ini tidak dapat dikembalikan seperti sediakala (irreversible). Pilihan kebijakan pembangunan yang melibatkan ekosistem apakah akan dipertahankan seperti apa adanya, atau dikonversi menjadi pemanfaatan lain merupakan persoalan pembangunan yang dapat dipecahkan dengan menggunaan pendekatan valuasi ekonomi. Dalam hal ini, kuantifikasi manfaat dan ”kerugian” (cost) harus dilakukan agar proses pengambilan keputusan dapat berjalan dengan memperhatikan aspek keadilan (fairness).

Sebagai contoh, dalam kasus mempertahankan sebuah kawasan ekosistem sebagai kawasan preservasi, maka pengambil keputusan akan mempertimbangkan biaya-biaya langsung yang diperlukan untuk menjaga kawasan tersebut ditambah dengan potensi hilangnya manfaat pembangunan apabila kawasan tersebut dikonversi. Total costs ini lah yang kemudian menjadi basis bagi pengambilan keputusan dan dapat didekati dengan metode valuasi ekonomi. Demikian juga sebaliknya (vice versa) dalam kasus konversi ekosistem menjadi pemanfaatan lain. Selain biaya langsung yang diperlukan untuk mengkonversi ekosistem, maka nilai-nilai ekosistem yang hilang akibat konversi tersebut harus pula dipertimbangkan. Masalahnya, nilai ekosistem tersebut tidak seluruhnya dapat didekati dengan menggunakan pendekatan pasar (market approach), sehingga seringkali diabaikan dalam pengambilan keputusan yang melibatkan sektor swasta (private) maupun sektor publik. Dengan demikian, estimasinya seringkali masuk ke dalam kategori under-estimate yang pada akhirnya berdampak pada ”kesalahan” tingkat eksploitasi terhadap ekosistem tersebut.

Dalam konteks tersebut di atas, maka tujuan valuasi ekonomi pada dasarnya adalah membantu pengambil keputusan untuk menduga efisiensi ekonomi (economic efficiency) dari berbagai pemanfaatan (competing uses) yang mungkin dilakukan terhadap ekosistem yang ada di kawasan. Asumsi yang mendasari fungsi ini adalah bahwa alokasi sumberdaya yang dipilih adalah yang mampu menghasilkan manfaat bersih bagi masyarakat (net gain to society) yang diukur dari manfaat ekonomi dari alokasi tersebut dikurangi dengan biaya alokasi sumberdaya tersebut.

Namun demikian, siapa yang diuntungkan dan dirugikan dalam konteks nilai manfaat masyakarat bersih (net gain to society) tidak dipertimbangkan dalam term ”economic efficiency”. Oleh karena itu, faktor distribusi kesejahteraan (welfare distribution) menjadi salah satu isu penting bagi valuasi ekonomi yang lebih adil (fair) seperti yang dianut oleh kalangan ecological economist. Secara diagram, fungsi keterkaitan antara valuasi ekonomi dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Dengan demikian Valuasi Ekonomi merupakan salah satu domain (ranah) dari Ilmu Ekonomi. Pendekatan ekonomi lingkungan paling sedikit memiliki tiga pokok kajian, yakni : (1) Membahas penggunaan dan degradasi sumberdaya, terutama untuk memahami secara ekonomi dalam penetapan harga yang dipandang terlalu rendah, property right yang belum sempurna, struktur insentif yang berkontribusi pada kerugian pada lingkungan; (2) Mengukur jasa lingkungan, meliputi pengukuran maksimisasi aset lingkungan, untuk memaksimalkan nilai aset lingkungan, maka harus diketahui nilai jasa lingkungan, termasuk penggunaan dalam penerimaan limbah; (3) Menghambat degradasi lingkungan untuk mencapai tahap pembangunan berkelanjutan (Ho-Sung OH, 1993).

No comments: