Monday, December 7, 2009

Konsep Ekonomi Tentang Nilai Dalam Penilaian Sumber Daya Kawasan dan Lahan (Pandangan Ecological Economics)

Teori Penilaian Ekonomi Sumberdaya Kawasan dan Lahan

Oleh : Ahmad Arif Maulana (Senior Appraiser – TNR Consultant)


Konsep Ekonomi Tentang Nilai : Pandangan Ecological Economics

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pada dasarnya valuation merujuk pada kontribusi sebuah komoditas untuk mencapai tujuan tertentu. Seorang pemain sepakbola dinilai tinggi apabila kontribusi pemain tersebut tinggi pula untuk kemenangan tim-nya. Sedangkan dalam konteks ekologi, sebuah gen dianggap bernilai tinggi apabila mampu berkontribusi terhadap tingkat survival dari individu yang memiliki gen tersebut. Singkat kata, nilai sebuah komoditas tergantung dari tujuan spesifik dari nilai itu sendiri. Dalam pandangan neoklasik, nilai sebuah komoditas terkait dengan tujuan maksimisasi utilitas/kesejahteraan individu. Dengan demikian apabila ada tujuan lain, maka ada “nilai” yang lain pula.

Berbeda dengan pandangan neoklasik, dalam pandangan ecological economics, tujuan valuation tidak semata terkait dengan maksimisasi kesejahteraan individu, melainkan juga terkait dengan tujuan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi (Constanza dan Folke, 1997). Bishop (1997) pun menyatakan bahwa valuation berbasis pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin tercapainya tujuan ekologi dan keadilan distribusi tersebut. Dalam konteks ini, kemudian Constanza (2001) menyatakan bahwa perlu ada ketiga nilai tersebut yang berasal dari tiga tujuan dari penilaian itu sendiri.

Valuaso Ekosisterr Brdasarkan Tiga Tujuan Utama Efisiensi, Keadlilan dan Keberlanjutan

Tujuan/Dasar

Kelompok

Tingkat Diskusi

Metode

Nilai

Responden

yg diperlukan

Spesifik

Efisiensi (E-Value)

Homo Economicus

Rendah

Willingness to Pay

Keadilan (F-Value)

Homo Communicus

Tinggi

Veil of Ignorance

Keberlanjutan (S-Value)

Homo Naturalis

Medium

Modeling

dapat dilihat bahwa dalam pandangan Ecological Economics, nilai tidak hanya dilihat dari tujuan maksimalisasi preferensi individu seperti yang dikemukakan oleh pandangan neoklasik (E-value), melainkan ada nilai lain yaitu keadilan (F-value) yang berbasis pada nilai-nilai komunitas, bukan individu. Dalam konteks F-value ini, nilai sebuah ekosistem ditentukan berdasarkan tujuan umum yang biasanya dihasilkan dari sebuah konsensus atau kesepakatan antara anggota komunitas (homo communicus).

Metode valuasi yang tepat untuk tujuan ini adalah “veil of ignorance” (Rawls, 1971) di mana responden memberikan penilaian dengan tanpa memandang status dirinya dalam komunitas. Sementara itu, S-value yang bertujuan mempertahankan tingkat keberlanjutan ekosistem lebih menitikberatkan pada fungsi ekosistem sebagai penopang kehidupan manusia. Dalam konteks ini, manusia berperan sebagai “homo naturalis” yang menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem secara keseluruhan (sistem alam dan sistem manusia). Modeling adalah salah satu spesifik metodologi yang dapat digunakan dalam konteks S-value ini (Vionov, 1999; Constanza, et.al., 1993).

Secara empiris, valuasi ekosistem berbasis pada dua nilai terakhir (Fvalue dan S-value) relatif masih sedikit dilakukan. Namun demikian hal ini tidak mengurangi semangat dari pandangan ecological economics bahwa perlu ada penyusunan format nilai ekosistem yang lebih komprehensif, tidak hanya berbasis pada preferensi individu

seperti metode standar yang ada. Ketiga nilai tersebut dapat diintegrasikan dengan pendekatan diskusi publik seperti yang disarankan oleh Sen (1995). Dengan pendekatan uji publik yang demokratis lah nilai dari sebuah ekosistem dapat ditentukan untuk mencapai tujuan yang efisien, adil dan berkelanjutan.

No comments: