Tuesday, June 5, 2007

Inflasi 2007

Mewaspadai Inflasi 2007

Badan Pusat Statistik (BPS) memberi sinyal untuk berhati-hati menjaga level inflasi sepanjang 2007. Pasalnya, inflasi Januari masih cukup tinggi akibat desakan harga beras. Meski demikian, BPS melihat harga beras sudah mencapai puncaknya.
Dari hasil perhitungan BPS, inflasi Januari 2007 cukup tinggi di level 1,04 persen. Inflasi ini sedikit lebih rendah dari inflasi Desember sebesar 1,21 persen. Secara year on year, inflasi Januari 2007-Januari 2006 mencapai 6,26 persen turun tipis atas inflasi tahunan 2006 sebesar 6,6 persen. Dari 45 kota yang disurvei BPS sepanjang Januari, seluruh kota mengalami inflasi. Inflasi Januari masih dipicu oleh kenaikan harga kelompok bahan makan sebesar 2,68 persen, sementara kelompok bahan lainnya di bawah satu persen.

''Inflasi Januari ini termasuk moderat. Tidak ekstrim. Ini akan beri sinyal bahwa untuk inflasi 2007 akan lebih hati-hati karena sudah ada sumbangan 1,04 persen dari target inflasi 6,5 persen di 2007,'' kata Kepala BPS, Rusman Heriawan, Kamis (1/2) siang.

Dari perhitungan BPS, setiap tahunnya inflasi Januari memang relatif tinggi. Pada 2006, karena masih ada pengaruh dari kenaikan harga BBM Oktober 2005, inflasi Januari mencapai 1,36 persen. Sementara inflasi Januari 2005 adalah 1,43 persen.
Lebih lanjut, menurut BPS, yang harus disikapi dari inflasi Januari adalah masih tingginya harga beras. Karena sepanjang Desember 2006- Januari 2007 harga beras yang ditransaksikan di pasar sudah meningkat 5,6 persen. Dari harga rata-rata per kilogram Rp 5.628 di Desember, menjadi Rp 5.942 per kilogram di Januari.

Meski demikian, BPS melihat harga beras saat ini sudah mencapai puncaknya dan akan segera turun. ''Ada sinyal yang berpotensi ke penurunan harga atau tidak melaju lagi karena sudah sangat tinggi.

Penurunan itu bakal dipicu oleh masuknya beras impor dan telah dimulainya panen raya. ''Walaupun ada pergeseran musim tanam dari panen raya ke Maret, tapi di Februari itu sebagian kecil daerah sudah panen. Ini secara bertahap perkuat stok nasional. Nanti maret akan ada panen lebih besar,'' tandas Rusman.
Namun demikian, di pasar uang Jakarta, kemarin, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak terpengaruh atas tingginya inflasi Januari. Rupiah ditutup menguat 15 poin menjadi 9.080 per dolar AS dari 9.095, setelah sejumlah mata uang regional mengalami penguatan atas mata uang Negeri Paman Sam itu.

Ekonom senior Bank BNI, Ryan Kiryanto, mengatakan tingginya inflasi Januari berpeluang besar membuat BI mengetatkan kebijakan BI Rate-nya. ''Kalau inflasi awal tahun ini bisa membuat BI Rate Februari tidak turun dan tetap di 9,5 persen, apalagi The Fed Rate tetap di level 5,25 persen.

Ke depan, ia melihat peluang inflasi untuk tinggi tetap ada. Terlebih bila pemerintah tidak dapat mengamankan persediaan dan permintaan sembako di sejumlah daerah. Efek dari sisi supply and demand ini akan sangat besar ke inflasi dan akhirnya ke BI Rate.

Ryan menegaskan agar jangan kaget kalau BI Rate tidak turun tapi malah naik. Memang, inflasi Januari ini membuat khawatir dan menjadi semacam pemanasan yang jika tidak dikendalikan, inflasi bisa jebol juga.
(Ahmad Arif Maulana - AKA Consultant)

No comments: