Tuesday, June 5, 2007
Bloossom Residence
Tahun 2005, Kawasan Kemayoran Bangkit dari Tidur Panjangnya
DUM... dum... dum... Suara tiang-tiang pancang menggetarkan bumi Kemayoran, Jakarta Pusat. Sejak hari Rabu malam, 26 Februari, kesibukan para buruh bangunan terlihat di atas tanah bekas Bandar Udara Kemayoran. Suasana kesibukan itu juga ditandai dengan aktivitas mesin-mesin pengeruk tanah. Truk- truk pengangkut tanah pun berlalu-lalang mengeluarkan berkubik-kubik tanah hasil pengerukan itu.
PEMBANGUNAN itu dilakukan di tengah kasak-kusuk perebutan pengelolaan aset dan keuntungan antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tanah yang masih "dikuasai" Sekretariat Negara (Setneg) itu akan dibangun menjadi Mega Glodok Kemayoran (MGK), kawasan yang diklaim sebagai pusat perbelanjaan termegah di Ibu Kota.
Tahun 2005, kawasan eks bandara yang dulu dipandang sebagai kebanggaan bangsa Indonesia itu diharapkan menjadi pusat bisnis dengan akses terbaik di Jakarta. Kalau itu benar-benar terealisasi, bangunan mewah itu akan menjadikan Jakarta semakin heboh sebagai pusat belanja.
Siapa pun mengakui bahwa Ibu Kota sebetulnya sudah semakin terkepung pusat perdagangan. Walau kondisi perekonomian bangsa ini kerap dinyatakan belum pulih sepenuhnya, masyarakat Jakarta dan sekitarnya seakan-akan "dipaksa", terus dirayu, dan diajak untuk menjadi kaum konsumtif di tengah krisis.
Dengan jeli, kondisi itu dimanfaatkan pengembang- pengembang swasta yang berhasil merangkul pemerintah untuk semakin melebarkan sayap bisnisnya. Dan MGK pun diklaim sebagai one stop shopping mall. Lagi-lagi, pembangunan mal itu terkesan bahwa masyarakat digiring untuk berbelanja alias "lupakanlah krisis, dan marilah bertransaksi!"
Pemasangan tiang pancang pertama sudah dilakukan dengan dihadiri orang-orang penting seperti suami Presiden Megawati Soekarnoputri, Taufik Kiemas, dan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso.
Dalam sebuah kesempatan pembahasan pembangunan Kota Jakarta di Hotel Milenium beberapa waktu lalu, Sutiyoso juga sedikit menyinggung masalah pembangunan masa depan Kemayoran. Dia bersikeras dengan mengatakan, Kemayoran memang seharusnya ditangani Pemprov DKI. Setneg tidak bisa hanya berpaku pada alasan klasik. Misalnya, bekas Bandara Kemayoran itu adalah aset pemerintah pusat. Lalu, kawasan itu dibiarkan saja diterjang sinar matahari dan hujan, serta di sisi-sisinya dibiarkan tumbuh rerumputan.
"Sebab lucu sekali, aset yang diklaim milik pemerintah pusat itu tidak pernah dikelola dengan baik. Bisa-bisa, kalau dibiarkan, Kemayoran juga bisa amburadul, seperti kawasan Senayan," tegas Sutiyoso.
Ia juga mengatakan, soal perolehan keuntungan dari pembangunan MGK itu sebetulnya pemrov hanya mendapatkan sebagian kecil saja. Cuma saja, pembangunan itu harus tetap mempertahankan ruang terbuka hijau.
BAGAIMANA bisa nama "Glodok" sebagai sentral perdagangan elektronik sejak abad ke-17 yang terletak di kawasan Jakarta Barat itu dicatut untuk menarik minat para pemilik modal? Apakah mal itu kelak semakin memudarkan kilap kawasan Glodok yang selama ini dipandang sebagai pusat perdagangan terbesar di Asia Tenggara?
Seorang pedagang onderdil di kawasan Glodok, Karta Winata, menuturkan, Glodok yang sekarang memang terasa semakin sulit diyakini untuk dijadikan sentra perdagangan elektronik. Stok peralatan yang diperdagangkan memang biasanya tersedia, tetapi konsumen kerap dihantui dengan kemacetan yang luar biasa di kawasan itu.
"Buang waktu yang begitu banyak hanya untuk mencapai toko-toko tertentu di Glodok. Pedagang yang ingin mengeruk keuntungan menjadi semakin sulit," ujar Karta, yang terdorong ingin mengembangkan usaha.
Setelah Glodok dan Mangga Dua menjadi ajang kekuatan bisnis perekonomian DKI, Kemayoran tampaknya tidak mau ketinggalan. Rencananya, lahan seluas sekitar 58.000 meter persegi itu dibangun kawasan bisnis berupa mal termegah. Dari sembilan lantai bangunan itu, tujuh lantai akan dijadikan pusat perdagangan peralatan listrik, elektronik, komputer, onderdil dan aksesori mobil, serta food court dan restoran. Harga jual yang ditawarkan antara Rp 20 juta hingga Rp 30 juta per unit.
Selain itu, kantor toko (kanto) juga akan dibangun berdampingan dengan mal tersebut. Kanto itu masing-masing memiliki tiga lantai dan empat lantai. Jumlah keseluruhannya mencapai 128 unit, dengan harga Rp 800 juta hingga Rp 1 miliar per unit.
Proses transaksi kios yang menjadi pemandangan seharihari di kantor pemasaran MGK ternyata begitu menggelikan. Ketika Kompas mendatangi kantor pemasaran itu, ternyata ada juga calon-calon pembeli yang menggunakan "kekuatan" ahli feng shui (peramal peruntungan). Demi memperoleh keuntungan di masa depan, seorang pembeli tertarik untuk melihat secara langsung lahan yang akan dijadikan tempat usahanya.
Setelah staf pemasaran MGK memaparkan berbagai keuntungan, fasilitas, dan prospek jangka panjang kepada calon pembeli kios tentang berbisnis di kawasan itu, seorang pembeli terlihat juga berminat untuk mendatangi lokasi mal itu.
Begitu diukur-ukur, kira-kira pas dengan kios yang nantinya akan ditempati, peramal keuntungan itu pun berkomat-kamit, entah apa artinya. Bahkan, sejumput tanah yang dipercaya bisa menjadi modal peruntungan itu diambil dan dimasukkan ke dalam sebuah wadah plastik. Sungguh, aneh tapi nyata. Semua demi peruntungan.
Kepala Divisi Pemasaran MGK Suhandi menuturkan, ada juga peramal yang meminta waktu untuk bersemedi di salah satu ruang pemasaran. "Semua pola tingkah laku itu memang aneh, tetapi tetap saja kami membiarkan kelakuan itu. Ternyata, setelah peramal keuntungan itu semedi beberapa menit, biasanya beberapa kios pun jadi dibeli," ujar Suhandi, sambil tertawa geli.
Geliat kebangkitan Kemayoran itu, ternyata juga disertai kebangkitan kondominium yang terdapat di dekat MGK. Blossom Residence, misalnya. Hunian eksklusif bintang lima itu memiliki luas tanah 200 meter persegi, dengan luas bangunan 530 meter persegi. Penawaran harga bangunan berbentuk tiga setengah lantai itu begitu fantastis, bahkan memiliki bargaining power begitu menggiurkan.
Jika konsumen tertarik memiliki kondominium itu, pihak marketing Blossom Residence menawarkan harga sebesar Rp 4,6 miliar per unit. Untuk delapan konsumen pertama yang membeli dari tanggal 8 Mei hingga 31 Desember 2003, disediakan jaminan yield sebesar 23 persen. Artinya, jika setelah satu tahun konsumen merasa bosan atau hendak menjual kembali kondominium itu kepada pihak pengembang, konsumen dapat menjualnya sekitar Rp 7 miliar per unit.
Suhandi mengatakan, pembukaan akses jalan tol Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran sangat berprospek bagi pembangunan kawasan Kemayoran. Apalagi, kawasan itu juga akan dilengkapi pendidikan bertaraf internasional, seperti Gandhi International School.
Adanya MGK, lanjut Suhandi, impian Kota Baru Kemayoran itu akan terwujud. Sebab, MGK itu secara spesifik akan menjadi pusat informasi dan perdagangan antar-negara. "Terus terang, kalau mal ini hanya menawarkan lifestyle, kebutuhan gaya hidup warga kota Jakarta seperti fashion dan tempat makan, kami juga akan menyerah," ujar Suhandi, yang mengakui pembangunan MGK sebagai penunjang bisnis utama Kota Baru Bandar Kemayoran.
Selain itu, rencana pengembangan tahap kedua dimulai tahun 2004 dengan mendirikan dua menara kembar, masingmasing 40 lantai. Kedua menara itu akan digunakan untuk hotel dan apartemen, serta perkantoran. Pembangunan tahap kedua itu diharapkan tidak terganggu dengan berlangsungnya proses politik negeri ini yang sedang menghadapi pemilihan umum.
Kemayoran menjadi terlihat semarak. Bekas Bandara Kemayoran yang memiliki luas secara keseluruhan 454 hektar itu mulai dibangun Pusat Informasi Perdagangan dan Jasa Pelayanan Berskala Internasional (Indonesia International Trade Center/IITC) dengan sistem komunikasi integrated digital network (ISDN).
Tentu, siapa pun yang mengelola kawasan Kemayoran, tampaknya perlu memiliki komitmen demi kepentingan masyarakat. Jadi, pembangunan tidak hanya berorientasi pada bisnis semata.(Ahmad Arif Maulana – AKA Consultant)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment