Wednesday, December 17, 2008

Penilaian Saham "Gordon Model"


PENILAIAN SAHAM DENGAN MENGGUNAKAN GORDON MODEL

Secara generik penilaian perusahaan dapat dilakukan dengan menghitung nilai sekarang arus kas sebelum dikurangkan pajak dan bunga. Dan penilaian saham perusahaan juga dilakukan dengan mengkalkulasi nilai sekarang arus kas yang dihasilkan saham dari dividen dan capital gain di masa yang akan datang. Inti tulisan ini adalah menggunakan analisa fundamental didalam penilaian saham perusahaan. Untuk itu tulisan ini diawali dengan uraian tentang konsep atau kerangka teori yang dianggap relevan didalam penilaian surat berharga berpenghasilan tetap (fixed income securities), dan penilaian sekuritas berpenghasilan tidak pasti (equity securities). Dan kemudian menggunakan kerangka teori Gordon Model dan analisa fundamental didalam menilai saham aktual dari salah satu perusahaan . Kesimpulan dari analisa ternyata harga saham yang terjadi di Bursa Efek Jakarta atau harga menurut persepsi masyarakat investor pada saat dianalisa adalah overvalued. Oleh karena itu direkomendasikan agar pemilik saham menjual sahamnya karena pada akhirnya akan terkoreksi. Namun demikian kelihatannya masih perlu dipertanyakan dan di analisa lebih lanjut mengapa harga saham tersebut overvalued.

Salah satu peranan penting seorang pakar keuangan perusahaan adalah memberikan rekomendasi tentang nilai berbagai macam surat-surat berharga. Ketika perusahaan bermaksud membeli surat-surat berharga atau aktiva keuangan seperti obligasi, saham preferen, atau saham biasa, dia harus memiliki pengetahuan tentang nilai investasi. Jika perusahaan bermaksud melakukan akuisisi, tentunya perusahaan harus memiliki teknik untuk menentukan berapa harga yang pantas untuk saham perusahaan yang akan diakuisisi.

juga, pada waktu perusahaan mempertimbangkan akan menjual sahamnya kepada masyarakat dalam rangka menambah modal (melakukan IPO) perusahaan harus dapat menentukan harga pasar perdana dan waktu yang tepat menawarkannya kepada masyarakat, sehingga memberikan manfaat maksimum kepada pemegang saham yang ada (pemegang saham lama).

Konsep Nilai

Pada hakekatnya nilai setiap sekuritas (surat-surat berharga) dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang diberikan kepada sekuritas pada waktu tertentu. Nilai tersebut mungkin dinyatakan menurut pasar atau nilai menurut

Biasanya kita mengenal adanya empat konsep nilai yang paling utama, yang didefinisikan sebagai berikut:

1. Nilai Going Concern (Going Concern Value). Yang dimaksudkan dengan nilai going concern adalah nilai perusahaan yang dapat memberikan keuntungan, perusahaan yang beroperasi dengan prospek usaha dimasa yang akan datang yang tidak terbatas. Suatu nilai dengan asumsi perusahaan tetap hidup tanpa batas. Jadi nilai perusahaan dikaitkan dengan kemampuan menghasilkan laba di masa depan, pembagin dividen, dan pertumbuhan usaha di masa yang akan datang yang tidak terbatas.

2. Nilai Likuidasi (Liquidation Value). Jika seorang analis keuangan menilai perusahaan yang akan bangkrut, maka penilaiannya yang utama adalah ditujukan kepada nilai bersih aktiva, atau nilai likuidasi. Artinya setelah seluruh aktiva perusahaan dijual dan dikurangkan dengan seluruh kewajibannya (utangnya), berapa sisa hasil penjualan aktiva yang dpat dibagikan kepada pemegang saham biasa? Seandainya setelah penjualan seluruh aktiva, perusahaan tidak sanggup membayar seluruh utangnya, berapa yang masih dapat diharapkan oleh masing-masing pemegang obligasi atau kreditur lain? Jadi nilai likuidasi adalah nilai setelah seluruh aktiva perusahaan dijual dikurangi seluruh utang.

3. Nilai Pasar (Market Value). Seandainya kita mengevaluasi perusahaan yang saham atau obligasinya diperdagangkan di pasar modal, kita pasti dapat menentukan nilai pasar surat-surat berharga perusahaan. Nilai tersebut adalah nilai obligasi atau saham menurut persepsi pasar terhadap perusahaan yang bersangkutan.

4. Nilai Buku (Book Value). Pada dasarnya nilai ini adalah nilai yang ditetapkan menurut teknik akuntansi yang sudah di-standard-isir (sudah dibuat baku) dan dikalkulasi dari laporan keuangan terutama dari neraca yang dipersiapkan perusahaan. Nilai buku utang biasanya hampir identik dengan nilai par atau nilai nominal. Nilai buku saham biasa dihitung dengan cara membagi total seluruh ekuiti (modal sendiri) yang ada di neraca, dengan jumlah lembar saham yang beredar (outstanding shares).

Nilai Intrinsik

Nilai intrinsik sesuatu sekuritas adalah harga yang ditentukan setelah mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai. Dengan perkatan lain, merupakan nilai riil surat utang atau surat ekuiti yang dibedakan dengan harga berlaku di pasar. Manajer keuangan dapat mengestimasi nilai intrinsik secara hati-hati dengan mempertimbangkan faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi nilai sekuritas, seperti berikut:

1. Value of the Firm’s Assets. Aktiva berujud dari perusahaan atau aktiva yang secara fisik dimiliki perusahaan selalu mempunyai nilai pasar (harga menurut persepsi pasar). Aktiva tersebut dapat dilikuidsi jika perusahaan membutuhkannya untuk membayar utang dan membagikannya kepada pemegang saham. Didalam teknik penilaian dengan asumsi going concern biasanya nilai likuidasi ini diabaikan, dianggap tidak ada.

2. Likely Future Interest and Dividend. Perusahaan punya janji untuk selalu membayar bunga utangnya dan mengembalikan pokok utangnya di masa yang akan datang. Dan untuk saham preferen dan saham biasa, perusahaan selalu berusaha untuk membagikan dividend. Besar kecilnya kemungkinan perusahaan akan menepati janjinya membayar bunga dan pokok utang, serta membagikan dividen akan mempengaruhi nilai sekarang.

3. Likely Future Earnings. Penghasilan rata-rata yang diharapkan perusahaan di masa yang akan datang adalah merupakan faktor yang paling mempengaruhi nilai sekuritas. Tanpa memperoleh tingkat penghasilan tertentu, kemungkinan pembayaran bunga dan dividen akan terancam.

4. Likely Future Growth Rate. Prospek pertumbuhan perusahaan di masa depan biasanya di evaluasi investor dan kreditur secara hati-hati dan merupakan faktor yang mempengaruhi nilai intrinsik perusahaan.

Analisa Nilai Intrinsik

Pengkajian nilai intrinsik adalah merupakan proses membandingkan nilai ril suatu sekuritas dengan harga yang berlaku di pasar. Faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi nilai biasanya lebih lambat perubahannya dibandingkan perubahan harga pasar sekuritas. Di dalam pasar yang tidak sempuna, analis efek dapat mengharapkan melokalisir variances (perbedaan) antara nilai intrinsik dengan harga permintaan menurut pasar. Tujuan utama analisa nilai intrinsik adalah untuk memilih atau memisah-misahkan perusahaan atau saham yang overvalued dan yang undervalued. Jika sekuritas ternyata undervalued berarti pasar gagal atau tidak menemukan adanya faktor-faktor yang membenarkan harganya harus lebih tinggi. Artinya nilai sekuritas lebih tinggi dari pada harga jualnya. Namun, segera setelah masyarakat investor menyadari situasi tersebut, misalnya karena manajemen mengumumkan EPS (earnings per share) lebih tinggi dari yang diharapkan, para investor akan membeli saham, dan akan memaksa harga naik. Perorangan atau perusahaan yang membeli saham pada waktu undervalued akan mendapat keuntungan. Sebaliknya yang membeli pada saat saham yang overvalued akan menderita rugi. Sementara investor yang sebelumnya telah memiliki saham dalam porfolionya, jika saham overvalued akan segera melepasnya (cut loss), dan jika undervalued akan tetap mempertahankannya (hold). Adalah bijaksana untuk tidak membeli saham yang overvalued. Sebab lambat atau cepat akan terjadi koreksi pasar.

Tinjauan tentang nilai intrinsik dan bagaimana menggunakannya dalam pengambilan keputusan dapat digambarkan seperti Gambar 1

Analisa nilai intrinsik tidak selalu dapat dilakukan dengan akurat oleh karena tiga keterbatasan:

1. Marketplace Slow to Recognize Real Value. Jika masyarakat yang akan melakukan investasi tidak menemukan nilai intrinsik saham, kemungkinan saham perusahaan akan tetap undervalued atau overvalued selama-lamanya.

2. Stocks of Highly Speculative Firms. Perusahaan yang sifat kegiatannya secara alamiah memang sangat spekulatif tidak dapat dianalisa dengan analisa nilai intrinsik. Saham perusahaan tambang minyak, tambang emas, atau perusahaan yang berusaha mendapatkan inovasi baru yang menguntungkan, nilainya lebih tergantung kepada masa depan yang tidak pasti ketimbang faktor-faktor keuangan fundamental. Dalam situasi seperti ini, nilai ril perusahaan ditentukan oleh suatu kejadian tertentu, seperti ditemukannya kandungan minyak bumi. Analisa nilai intrinsik tidak mempunyai teknik (tidak mampu) mengevaluasi situasi seperti ini.

3. High-Growth Stocks. Perusahaan-perusahaan yang memiliki catatan pertumbuhn yang sangat cepat akan mendorong kenaikan harga saham di pasar oleh karena para investor optimis bahwa pertumbuhan akan tetap tinggi di masa depan. Jika saham adalah dari perusahaan yang prospek pertumbuhan penjualan dan keuntungan luar biasa, seperti Atari dan Apple Computer tahun 1970an, maka nilai intinsik adalah tergantung apakah dan berapa besar pertumbuhan berlangsung terus. Berhubung kelangsungan pertumbuhan tidak pasti, pendekatan nilai intrinsik tidak cukup memadai digunakan dengan situasi pertumbuhan tinggi.

mengakuisisi perusahaan manufaktur skala kecil. Volume penjualan perusahaan sudah stabil dan mempunyai aktiva tetap yang sudah agak ketinggalan zaman. Potensi utama perusahaan terletak pada proses kertas khusus untuk percetakan tertentu yang sudah dipatenkan. Perusahaan mengharapkan akan terjadi booming penjualan jika permintaan terhadap produksi cukup materil. Dapatkah analisa nilai intrinsik diaplikasikan untuk situasi seperti ini?

Jawab: Penggunaan nilai intrinsik adalah terbatas. Situasi yang dihadapi adalah sangat spekulatif oleh karena itu tidak dapat ditangani dengan analisa nilai intrinsik.

Meskipun analisa nilai intrinsik kebanyakan digunakan didalam menganalisa saham biasa, namun teknik analisa ini dapat juga digunakan untuk menganalisa obligasi dan saham preferen. Dengan menggunakan tingkat suku bunga dan besarnya dividend, analis efek dapat menentukan nilai intrinsik obligasi (sekuritas berpendapatan pasti). Kemudian nilai tersebut akan dibandingkan dengan harga yang berlaku di pasar (harga pasar aktual) untuk menentukan sekuritas undervalued, properly valued, atau overvalued.

Pendekatan Nilai yang Berlaku di Pasar

Teknik penilaian sekuritas kedua yang sering digunakan adalah penilaian dengan mempertimbangkan harga saham individual dibandingkan dengan indikator lain di pasar. Jika seorang analis efek percaya bahwa nilai saham lebih tinggi dari pada harga permintaan di pasar, maka direkomendasikan untuk membeli saham yang bersangkutan. Pendekatan nilai berlaku di pasar hanya berkepentingan dengan harga di pasar, tidak mempertimbangkan masalah nilai intrinsik. Tiga faktor utama didalam pendekatan ini adalah:

1. Depressed Overall Market. Seorang investor akan membeli saham manakala harga hampir semua saham di pasar turun atau rendah. Hal ini terjadi ketika tingkat harga rata-rata saham menurut indeks bursa menurun (mis: Indeks Harga Saham Gabungan Jakarta (IHSG), Indeks New York Stock Exchange AS, atau Indeks Nikkei Jepang). Dasar pemikiran teknik ini adalah bahwa nilai pasar hampir seluruh saham yang terjadi adalah dibawah nilai pasar normal, dan segera akan naik kembali. Pendekatan serupa dapat juga digunakan untuk Obligasi dan Saham preferen manakala investor yakin bahwa harga sekuritas sedang anjlok, dan cukup menarik untuk meraih keuntungan jangka pendek.

2. Industry Comparison. Dengan pendekatan ini, seseorang atau perusahaan akan membeli saham yang kelihatannya lebih unggul dibandingkan saham perusahaan lain dari industri yang sama (rata-rata industri). Ini mungkin terjadi ketika harga saham perusahaan didalam satu industri naik sementara harga saham perusahaan lain merosot tanpa alasan yang jelas. Jika perusahaan yang terseok diakuisisi semasa periode harga saham naik, akusisi dilakukan pada harga rendah dan saham akan menghasilkan capital gain. Hal ini berlaku untuk perusahaan tunggal yang harga sahamnya yang berlaku di pasar lebih rendah dari nilai saham dalam jangka pendek.

3. Cyclical Lows. Banyak sekuritas yang harga psarnya mengikuti siklus tertentu. Contoh, sebuah saham naik hingga Rp600 per saham, dan lembaga dan investor lain memutuskan menjual sahamnya untuk memperoleh untung (profi taking). Kemudian tekanan jual memaksanya turun Rp400 per saham, pada saat mana investor mungkin membeli kembali. Berdasarkan data historis, analis efek dapat menemukan sekuritas (saham-saham) yang mempunyai pola siklus seperti ini. Analis efek akan membeli saham

Menjelang siklus bawah dan berusaha menjualnya pada siklus atas. Pendekatan nilai intrinsik dan nilai yang terjadi di pasar mungkin tumpang tindih (overlapping) dalam situasi dimana nilai pasar kelihatan lebih rendah dibandingkan nilai intrinsik. Kedua metode berusaha menemukan saham-saham yang undervalued dan overvalued kemudian mencari sekuritas yang menawarkan nilai tinggi untuk harga yang dibayar untuk sekuritas bersangkutan.

Contoh: Investor membuat plot harga tertinggi dan terendah dari tahun ke tahun dari perusahaan yang memproduksi besi. Harga pasar saham awal tahun 1993 adalah Rp440. Pertanyaan, dapatkah pendekatan nilai berlaku di pasar digunakan untuk saham ini?

Jawab: Yes. Kelihatannya saham ini mempunyai pola siklus tertentu dengan perbedaan kurang lebih 20 point antara harga tinggi dan rendah setiap tahun. Pada harga Rp440 kemungkinan saham berada pada siklus bawah (rendah), jadi saat tepat untuk membeli.

Nilai Sekuritas Utang atau Sekuritas Berpenghasilan Tetap

Hampir semua perusahaan membiayai sebagian aktivanya dengan ekuitas dengan bayaran bunga yang tidak tetap (variable) atau dengan sekuritas yang memberikan pengembalian tetap kepada pemilik surat utang. Untuk menentukan nilai sekuritas utang biasanya diperlukan tiga proses yang terpisah.

Utang Dengan Tingkat Bunga Berubah (Variable Rate Debt)

Perusahaan mungkin menanda tangani wesel bayar atau meminjam uang dengan membayar bunga yang beubah-ubah sesuai dengan nilai indeks tertentu. Didalam menentukan besarnya bunga pinjaman, biasanya bank menggunakan prime rate. LIBOR atau the London Interbank Offered Rate adalah indikator lain yang digunakan didalam menentukan bunga uang dalam pembiayaan internasional. Baik untuk pinjaman yang berasal dari dalam negeri, maupun dari luar negeri, perusahaan harus membayar bunga dengan prime rate dan LIBOR yang naik turun, atau indikator lain tingkat bunga umum.

Besarnya nilai utang yang dipinjam dari bank dengan mudah dapat ditentukan. Sebab, besarnya adalah sama dengan pokok pinjaman. Jadi tidak perlu kalkulasi khusus. Jika perusahaan punya utang, misalnya Rp 10 miliar dan akan membayar bunga sesuai dengan tingkat bunga yang berlaku, nilai pasar utang tetap sebesar Rp10 miliar.

Sekuritas Berbunga Tetap Dan Jangka Waktu Tertentu

Meskipun tingkat bunga utang atau saham preferen tetap, namun mungkin saja nilai pasarnya naik turun atau berfluktuasi. Apabila t jatuh tempo sekuritas sudah pasti pda tanggal tertentu, nilai sekarang sekuritas harus mempertimbangkan semua pendapatan bunga yang akan datang atau dividend ditambah dengan pengembalian pokok. Sebagai ilustrasi proses penilaian, katakanlah emiten telah menjual Obligasi-10Tahun sebesar Rp50 juta dengan tingkat bunga atau kupon 14% per tahun. Obligasi dijual dalam kelipatan Rp10.000,-, dan pembayaran bunga dilakukan tiap setengah tahun atau dua kali setahun. Satu tahun setelah emisi obligasi, tingkat bunga di pasar turun menjadi 10% per tahun. Akibatnya, jika pemilik menjual obligasinya sekarang di pasar

sekunder nilainya sudah berubah. Calon investor akan membeli obligasi dengan yield 10 % selama sembilan tahun kedepan. Berhubung tingkat bunga fixed 14 %, nilai obligasi akan naik, sehingga lebih tinggi dari harga Rp10.000 saat emisi. Berapakah nilai obligasi sesungguhnya ?

Jika dalam akte penjualan obligasi ditetapkan pembayaran bunga 14% per tahun, dan akan dibayarkan tiap tengah tahunan dengan bunga berbunga (compounded), maka si empunya obligasi akan menerima Rp700 setiap 6 bulan.

Setelah satu tahun, obligasi menwarkan 18 kali pembayaran bunga tengah tahunan @ Rp700 ditambah pokok Rp10.000 saat jatuh tempo. Jadi terdapat arus kas bunga tengah tahunan Rp700 dan pembayaran pokok Rp10.000 pada tanggal jatuh tempo. Nilai sekarang arus kas sama dengan nilai intrinsik yang besarnya Rp12.423,69 yang perhitungannya seperti berikut:

Dengan menggunakan rumus nilai sekarang (pesent value method), kita akan mendapat jawaban yang sama yaitu:

Seorang investor yang mengevaluasi pembelian obligasi satu tahun setelah emisi, dan pada saat itu tingkat bunga pasar 10%, akan bersedia membeli obligasi seharga Rp12.423,69. Sebab jika si investor membeli obligasi yang umurnya tinggal 9 bulan tesebut, dan ditahan hingga jatuh tempo, si investor akan mendapat tingkat pengemblaian 10%, dengan ketentuan bahwa besar bunga yang diterima adalah bunga berbunga. Oleh karena tingkat pengembalian obligasi bagi investor harus sama dengan kesempatan investasi lain (yakni, obligasi berisiko sama adalah berbunga 10%), berarti nilai Rp 12.423,69 adalah sama dengan nilai intrinsik atau nilai ril obligasi.

Sekuritas Dengan Pengembalian Tetap Tanpa Jatuh Tempo

Pada umumnya saham preferen tidak mempunyai tanggal jatuh tempo tertentu. Pada saat saham ditawarkan kepada umum, terdapat ketentuan bahwa saham dapat ditebus (dibeli kembali) oleh emiten. Sehingga berdasarkan ketentuan yang disebut call feature perusahaan mempunyai opsi membeli kembali atau mengubah saham preferen menjadi saham biasa. Berhubung tanggal pembelian kembali tidak diketahui kapan secara pasti, saham preferen

adalah abadi, artinya arus kas yang dibayar emiten kepada pemiliknya tidak terbatas. Sebab itu, nilai intrinsik saham preferen ditentukan dengan rumus:

Sebagai contoh, misalkan emiten menjual saham preferen @ Rp100 dengan dividend 14% per tahun. Pada waktu yang sama, saham preferen sejenis yang ada di pasar memberikan yield 11.75%. Berdasarkan rumus, nilai intrinsik saham ini adalah:

Seandainya saham preferen mempunyai jangka waktu tertentu atau tanggal jatuh temponya dapat diestimasi, nilai intrinsikny dapat ditentukan dengan rumus penilaian obligasi. Artinya terlebih dahulu kita mendiskonto arus kas dari dividend dan kemudian menambahkannya dengan nilai saham ketika di beli kembali untuk menentukan nilai intrinsik.

Nilai Saham Biasa

Teknik kapitalisasi dalah suatu metode untuk mengubah arus kas yang diterima dimasa yang akan datang menjadi nilai sekarang atau nilai intrinsik sekuritas. Contohnya kita mengkapitalisir dividen ketika mengembalikannya

menjadi nilai sekarang saham. Untuk sekuritas utang atau sekuritas berpenghasilan tetap, kita mengkapitalisir bunga yang akan datang atau dividend. Proses yang serupa dapat digunakan didalam menilai saham biasa. Saham biasa menawarkan potensi pertumbuhan arus kas diwaktu yang akan datang, dan ini harus diungkapkan di dlam analisa nilai intrinsik.

Model Periode Tunggal (Single-Period Model)

Tingkat pengembalian investasi pada dasarnya adalah pengembalian setelah lewat satu periode, dan biasanya satu periode adalah satu tahun. Oleh karena itu didalam penilaian investasi pada sekuritas, diasumsikan bahwa sekuritas dibeli pada titik 0 dan dijual pada titik 1.

Semua kas yang diterima sepanjang periode (selama satu tahun) ditambah dengan setiap kenaikan nilai saham (capital gain) adalah sama dengan pengembalian (hasil) investasi. Rumusnya dapat dituliskan sebagai berikut:

Contoh: Seorang investor membeli 100 lembar saham seharga Rp4000 dengan biaya komisi Rp100. Setelah satu tahun saham tersebut dijual seharga Rp4500 tetapi harus dikurangi dengan komisi Rp100. Selama satu tahun tersebut dia menerima dividen sebesar Rp250. Berapakah tingkat pengembalian investasi pada saham ini?

Jawabnya : 13,4% yang diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Persoalan dengan pendekatan periode tunggal dapat dipecahkan dengan menggunakan kalkulator nilai waktu seperti berikut:

Dari sudut pandang investor yang melakukan investasi pada saham, tingkat pengembalian ekuiti minimal (tingkat pengembalian modal sendiri) atau Ke dapat diformulasikan sebagai:

Untuk menentukan nilai pasar saham dengan formula diatas, formula dapat kita tulis ulang sehingga diperoleh nilai saham pada titik o atau N0 sebagai :

Rumus ini sekarang dapat digunakan menentukan nilai sekarang saham sesuai dengan model periode tunggal, dimana dividen adalah uang tunai yang diterima selama satu periode (tahun yang bersangkutan) dan nilai akhir Periode1 sudah given atau hasil estimasi.

Contoh: Katakanlah bahwa pada akhir tahun periode1 harga 100 lembar saham Rp 7000. Selama tahun bersangkutan pemilik saham akan menerima dividen tunai Rp 500. Untuk investasi semacam saham ini minimal harus menghasilkan tingkat pengembalian 11% (sebelum potong pajak). Pertanyaan, berapakah nilai intrinsik 100 lembar saham ini?

Dividen Abadi, Tanpa Pertumbuhan (zero growth)

Pendekatan kedua untuk menilai saham biasa adalah dengan melihat periode investasi lebih dari satu periode. Sangat bijaksana jika perusahaan senantiasa membayar dividend walaupun earnings atau dividend tersebut tidak tumbuh alias tetap besarnya. Meskipun perusahaan seperti ini sangat jarang, tetapi sekiranya ada, penilaian sahamnya relatif gampang. Kita menggunkan rumus yang sama seperti digunakan didlm menilai saham preferen, yaitu:

oleh karena DPS1 = dividen per saham perusahaan dalam periode 1 dan setiap periode periode yang akan datang tidak tumbuh alias tetap sama besarnya.

Menurut rumus ini, diasumsikan bahwa dividend sama dengan earnings perusahaan yang tidak mengalami pertumbuhan, dari periode ke periode. Menurut rumus untuk menentukan tingkat pengembalian minimum, besarnya tingkat pertumbuhan (g) ditentukan dengan formula

Agar supaya tingkat pertumbuhan menjadi 0, persentase laba ditahan (retained earnings) harus 0. Jadi, semua EPS dibayar sebagai DPS dan nilai saham dinyatakan sebagai:

Dividend Abadi, Pertumbuhan Konstan (constant rowth)

Pendekatan ketiga didalam penilaian saham-biasa adalah dengan mempertimbangkan earnings dan dividend bertumbuh dengan tingkat pertumbuhan konstan (misalnya diasumsikan bahwa setiap periode tumbuh 5%). Dalam situasi ini, perusahaan menahan sebagian earnings untuk membiayai pertumbuhan, tetapi dengan senantiasa mempertahankan pembayaran dividen yang besarnya tetap dari periode ke periode, yang didefinisikan sebagai hubungan antara dividend dan earnings, atau

Jika diasumsikan bahwa tingkat pertumbuhan dividend konstan, berarti nilai intrinsik adalah fungsi (tergantung kepada) arus dividen yang tumbuh terus menerus tanpa batas waktu. Jika dijabarkan lebih lanjut, rumusnya adalah:

dimana g tingkat pertumbuhan earnings dan dividend yang besarnya konstan.

Jika variabel rumus ini kelihatannya sukar untuk dipenuhi (dipecahkan) karena menyangkut arus dividend tanpa batas, persoalan tidak sebagus kelihatannya. Tetapi secara aljabar rumus dapat disederhanakan menjadi :

Contoh: Diketahui earnings per share (EPS) perusahaan Rp5 dan dividend payout 44%. Investor menghendaki tingkat pengembalian saham minimal 16%. Tingkat pertumbuhan pembagian dividend konstan 12%. Pertanyaan, berapakah nilai intrinsik saham ini ?

Jawab: Rp 55 atau berdasarkan rumus

The Gordon Model (Model Gordon)

Model ini pertama kali dikembangkan oleh Gordon seorang pakar dibidang keuangan perusahaan. Berbagai pertimbangan dimasukkan dalam model sehingga secara matematik dapat digunakan untuk menentukan nilai intrinsik saham.

Tiga faktor utama yang diperhatikan oleh Gordon didalam rancangan modelnya adalah:

1. Shareholder’s Return-Single Variable. Didalam model periode tunggal (model satu periode), tingkat pengembalian yang diperoleh pemegang saham terdiri dari dividend dan capital gains. Ini tidak berlaku dalam kasus Gordon. Sebab tingkat pengembalian yang diterima pemegang saham hanya dividend di masa yang akan datang. Earnings yang ditahan perusahaan menjadi sebagian dari faktor pertumbuhan yang operasinya akan menaikkan dividend, namun hanya dividend yang akandatang yang dianggap sebagai pengembalian.

2. Normal and Actual Return. Model Gordon dikembangkan dengan membandingkan tingkat pengembalian normal atau tingkat pengembalian minimal dengan tingkat pengembalian aktual. Tingkat pengembalian

tersebut dibedakan atas:

a. Required return (Ke). Untuk tingkat risiko saham dan pengembalian tertentu, pasar menghendaki tingkat pengembalian ekuiti (saham) tertentu. Dirumuskan sebagai EPS/MktPr minimal sama seperti yang diharapkan investor dari saham yang serupa. Oleh karena ini berbanding terbalik dengan price-earnings ratio, biasanya dinyatakan sebagai P/E normal.

b. Actual return. Ini adalah EPS/MktPr aktual untuk sebuah perusahaan individual. Merupakan sebahagian dari faktor pertumbuhan, sebab g sama dengan EPS/MktPr dikalikan dengan persentase laba ditahan (% retained earnings).

Nanti kita lihat bahwa selisih antara tingkat pengembalian minimal dengan tingkat pengembalian aktual mempunyai pengaruh yang significant terhadap nilai saham.

3. Inclusion of a Growth Factor. Untuk tinjauan jangka panjang, model mengassumsikan pertumbuhan dividend selalu stabil dan memasukkannya sebagai salah satu faktor pertumbuhan dalam rumus penilaian. Berhubung kita berkepentingan dengan pertumbuhan nilai pemegang saham dewasa ini, pertumbuhan dibatasi dengan laba ditahan. Penjualan saham tambahan atau pertumbuhan dari penambahan utang atau sekuritas berpenghasilan tetap lain diabaikan (dianggap tidak ada). Pengaruh pertumbuhan variabel dapat kita lihat pada Tabel 1.

Tinjauan Dari Sudut Pandang Yang berbeda

Setelah memahami komponen-komponen model Gordon, model tersebut dapat dimodifikasi seperti berikut:

Sekarang kita siap untuk memahami apakah sebenarnya yang terjadi pada model Gordon. Untuk memahaminya dengan baik, kita harus menguji pengaruh perubahan dividend payout dalam berbagai situasi berbeda, atau

terkait dengan tingkat pengembalian ekuiti yang berbeda. Sebagai contoh, misalkan EPS perusahaan Rp2 sementara tingkat pengembalian ekuiti (return on equity) 10 %.

Ada tiga situasi yang mungkin dihadapi:

1. Required Return less than Acual Return. Dalam situasi ini, pemegang saham mendapat lebih banyak earnings hasil investasi pada perusahaan, manakala tingkat pengembalian minimal dibandingkan dengan tingkat risiko yang dihadapi. Umpamanya tingkat pengembalian minimal 8% namun tingkat pengembalian aktual perusahaan tenyata 10%. Berarti pemegang saham lebih menginginkan earnings atau laba ditahan di perusahaan karena akan menghasilkan pengembalian 10%. Sebab jika dibagikan sebagai dividend, pemegang saham mungkin hanya memperoleh tingkat pengembalian kurang lebih 8% dari investasi serupa. Jadi, peningkatan dividend payout akan menurunkan nilai intrinsik, karena peningkatan dividend payout tersebut menurunkan tingkat pertumbuhan. Pada tabel 1 terlihat bahwa nilai intrinsik turun dari Rp60 menjadi Rp25, karena dividend payout berubah dari 30% menjadi 100%. Dengan dividend payout 100% dianggap tidak ada pertumbuhan.

2. Required Return Equal to Actual Return. Dalam hal ini, kinerja perusahaan adalah seperti yang diharapakan, oleh karena itu mungkin pemegang saham tidak perduli dengan besarnya dividend. Jika diumumkan adanya pembagin dividend, pemegang saham akan menginvestasikannya kembali kedalam perusahaan atau kepada perusahaan lain yang sejenis. Dalam situasi seperti ini, nilai intrinsik tidak terpengaruh pembagian dividend. Pada Tabel 2 terlhat bahwa nilai intrinsik saham Rp20 berapapun besarnya dividen sepanjang

tingkat pengembalian perusahaan sama dengan tingkat pengembalian minimal.

3. Required Return Exceeding Actual Return. Dalam situasi ini, kinerja perusahaan tidak sebaik yang diharapkan. Nilai intrinsik dibawah tingkat pengembalian minimal yang diharapkan. Namun, dapat diharapkan bahwa nilai intrinsik akan meningkat jika perusahaan menaikkan dividend payout, sebab pemegang saham menghendaki uang tunai yang akan di investasikan di tempat lain yang tinggkat pengembaliannya lebih tinggi. Pada Tabel 2 terlihat bahwa nilai intrinsik meningkat dari Rp12 menjadi Rp16.67 ketika dividend payout ditingkatkan dari 30% menjadi 100%.

Validitas model Gordon didukung data yang dikemukakan pada Tabel 2. Perubahan dividend payout akan mempengaruhi kinerja atau merubah nilai intrinsik, tetapi tergantung kepada hubungan antara tingkat pengembalian aktual dengan tingkat pengembalian minimal. Perusahaan yang tingkat pengembalian aktualnya lebih tinggi dari pengembalian minimal mempunyai nilai intrinsik yang lebih baik ketimbang perusahaan yang kinerjanya lebih buruk. Perusahaan akan terdorong menahan earnings dan menginvestasikannya kembali, jika tingkat pengembalian aktual lebih tinggi dari pada tingkat minimal yang diharapkan sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi.

Dalam praktek sebenarnya, sudah pasti, banyak faktor lain yang harus dipertimbangkan. Ketika investor menerima dividend tunai, mereka harus membayar fees untuk pialang dan biaya lain sebelum dapat menginvestasikan kembali uangnya. Pada umumnya, pembagian laba sebagai dividen akan mempengaruhi pajak, berbeda jika laba ditahan sebagai cadangan. Pertimbangan ini memodifikasi dasar perhitungan nilai intrinsik menurut model

Gordon. Tetapi tidak merusak validitas konsep. Perusahaan yang tingkat keuntungannya lebih besar dari tingkat pengembalian minimal, sebaiknya menginvestasikan kembali dividend, sepanjang mempunyai proyek yang menawarkan tingkat pengembalian lebih tinggi ketimbang risiko yang dihadapi.

Perbandingan Antar Berbagai Pendekatan Penilaian

Analis efek (pakar keuangan) biasanya menentukan nilai intrinsik untuk dibandingkan dengan perusahaan lain. Masuk akal, jika perusahaan-perusahaan yang mempunyai karakter operasi dan risiko yang serupa memiliki nilai intrinsik kurang lebih sama. Berikut ini dapat kita lihat atau perbandingan tiga pendekatan didalam menentukan nilai intrinsik perusahaan (nilai intrinsik saham).

Menggunakan Price Earnings Ratio Sebagai Pembanding

Kebanyakan analis efek mempercayai bahwa price earnings ratio sebagai faktor penentu nilai. Oleh karena itu didalam menentukan nilai intrinsik perusahaan mereka menggunakan rumus

dimana nilai intrinsik menggantikan harga pasar. Setelah rumus dapat diterima analis efek dapat mengamati berbanding terbalik EPS/MktPr, atau P/E untuk setiap saham yang diperdagangkan kepada umum untuk menentukan nilai saham milik perorangan (milik pribadi).

Apakah metode ini valid? Jawabnya adalah Yes, tetapi pada lingkup yng sangat terbatas. Lebih lanjut, katakanlah bahwa perusahaan pribadi serupa dengan perusahaan yang sahamnya dijual di pasar modal (di bursa efek), serupa dalam hal risiko, tingkat kemampuannya menghasilkan laba, dan tingkat pertumbuhan. Dalam situasi seperti ini, P/E perusahaan go public dapat digunakan untuk menaksir nilai intrinsik perusahaan pribadi.

Sebagai ilustrasi proses penilaian seperti ini, misalkan perusahaan A yang milik perorangan mempunyai EPS Rp4. Sementara perusahaan B dan C yang

tingkat pengembalian dan risikonya sama, diperdagangkan di bursa dengan P/E = 7/1. Berapakah nilai A ? Jika kebalikan P/E yaitu 1/7 digunakan sebagai tingkat pengembalian minimal, berarti nilai intrinsik A adalah Rp28 yang diperoleh sebagai berikut:

Hasil yang sama dapat juga diperoleh dengan mengalikan P/E dengan EPS, atau 7 x 4 = Rp28.

Contoh:

Perusahaan X, Y, dan Z adalah perusahaan sejenis. Tetapi perusahaan X adalah paling kuat diantara ketiga perusahaan dan sahamnya diperdagangkan dengan P/E = 11/1, perusahaan Y terkuat kedua dengan P/E = 9/1 sementara perusahaan Z kurang kuat dan shamnya tidak diperdagangkan di pasar modal, tetapi EPS = Rp2.

Pertanyaan: berapakah nilai intrinsik perusahaan Z?

Jawab: Jika yang terkuat diperdagangkan dengan P/E = 11/1, dan yang terkuat kedua P/E= 9/1, berarti yang paling lemah Z harus dibawah 9/1. Katakanlah P/E Z diperkirakan 7.5/1 berarti nilai intrinsik Z = 7.5 x Rp2 = Rp15.

Perbandingan Nilai Dengan Gordon Model

Gordon model dapat digunakan untuk membandingkan nilai jika kita menggunakan asumsi tunggal. Kita harus mengasumsikan bahwa harga pasar saham sejenis juga sama dengan nilai intrinsik perusahaan. Dengan demikian

Rumus ini terdiri dari empat komponen; harga pasar, dividen saat ini diterima (current dividend), tingkat pertumbuhan, dan tingkat pengembalian ekuiti minimal (cost of capital). Rumus ini dapat dimodifikasi dengan memecahkn masalah tingkat pengembalian ekuiti minimal;

Segera setelah ditentukan tingkat pengembalian ekuiti minimal untuk perusahaan sejenis, selanjutnya dapat digunakan untuk perusahaan yang akan dinilai. Berhubung perusahaan pribadi jarang membagikan dividend, dapat digunakan dividend, tingkat pertumbuhan (aktual Ke dikali % RE), dan tingkat pengembalian ekuiti minimal untuk menentukan harga pasar yang mungkin seandainya saham perusahaan diperdagangkan. Kemudian kita dapat menganggap bahwa nilai ini mendekati nilai intrinsik.

Sebagai contoh aplikasi teknik penilaian ini: katakanlah tingkat pertumbuhan sebuah perusahaan pribadi (sahamnya tidak diperdagangkan di pasar modal) adalah 5%, dan membayar dividend per saham Rp6. Sementara perusahaan sejenis yang merupakan perusahaan publik, harga sahamnya di bursa adalah @ Rp80, dividend per saham Rp4, dan tingkat pertumbuhannya adalah 8%.

Pertanyaan: Berapakah nilai intrinsik perusahaan pribadi (a privately held firm)

Contoh: Perusahaan Q, R, dan S sama-sama bergerak dalam bisnis yang sama atau bergerak dalam satu industri, dan risiko serta tingkat pengembalian ketiga perusahaan kurang lebih sama. Harga saham Q adalah @ Rp18, membayar dividend Rp1.50 per saham, dengan tingkat pertumbuhan 5 persen. Harga saham S @ Rp36, membayar dividend Rp2.50 per saham, dengan tingkat pertumbuhan 7 persen. Perusahaan S adalah perusahaan pribadi, membayar dividend Rp8 per saham, dengan tingkat pertumbuhan 9 persen.

Pertanyaan: Berapakah nilai perusahaan S?

Jawab: Tingkat pengembalian ekuiti minimal (the equired eturns on equity) Q dan R dapat dikalkulasi sebagai berikut:

Oleh karena S serupa dengan Q dan R, tingkat pengembalian ekuiti minimalnya

dapat digunakan rata-rata Q dan R atau sama dengan 0.27/2 = 13.5. Dengan demikian nilai S adalah:

Hubungan Nilai Buku Dengan Harga Pasar

Walaupun nilai buku perusahaan tidak dapat digunakan secara langsung menentukan nilai intrinsik perusahaan yang going concern, perusahaan yang serupa mungkin mempunyai ratio nilai pasar terhadap nilai buku yang sama. Apabila dua perusahaan serupa mempunyai 40 persen ratio nilai buku terhadap nilai pasar, pengetahuan ini sangat membantu untuk mengestimasi harga pasar “perusahaan ketiga” yang masih milik pribadi. Sebagai contoh, perusahaan publik mempunyai nilai buku Rp30 per saham dan harga pasar Rp45 per saham. Berapakah nilai intrinsik perusahaan serupa yang nilai bukunya Rp10 per saham? Oleh karena perusahaan sejenis mempunyai ratio 30/45 atau 2/3 nilai buku terhadap harga pasar, maka perusahaan kedua mungkin mempunyai nilai Rp10/0.667 atau Rp15.

Contoh: Perusahaan A, B, dan C mempunyai tingkat pengembalian dan risiko kurang lebih sama. Perusahaan C adalah milik pribadi. Harga pasar saham perusahaan A adalah Rp80 dengan nilai buku Rp60. Saham perusahaan B harga pasarnya Rp20 sementara nilai buku Rp 14. Sementara itu nilai buku C adalah Rp40. Pertanyaan berapakah nilai intrinsik C ?

Jawab: Oleh karena A ratio nilai buku terhadap nilai pasar adalah 60/80 atau 75 persen, dan ratio nilai buku B terhadap nilai pasar adalah 14/20 atau 70 persen. Maka untuk C nilai pasarnya adalah berkisar Rp40/0.70 dan Rp40/0.75, jadi berkisar Rp 53 dan Rp57.

Analisa Penilaian Harga Saham Dengan “Gordon Model”

Studi Kasus: PT. ………………

Latar Belakang

Saham preferen disebut juga sebagai saham amphibi atau saham hibrida karena mempunyai dua sifat, sifat saham dan sifat obligasi. Dilihat dari jangka waktunya saham preferen sama dengan saham biasa yakni tanpa batas. Seandainya tidak ada pembagian dividen kepada pemilik saham preferen, sama seperti pemilik saham biasa, tidak dapat menuntut perusahaan untuk dinyatakan pailit (bangkrut), selain itu pembayaran dividen tidak dapat mengurangi laba kena pajak. Tetapi pada sisi lain, saham preferen mempunyai sifat sama seperti obligasi, yaitu dalam hal mendapat dividen tertentu yang pasti sesuai dengan akte penjualan obligasi, dan tidak mempunyai hak suara didalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).

Dalam kasus ini, sifat saham preferen P.T.Centex Tbk adalah non-kumulatif partisipasi laba. Artinya seandainya pada tahun tertentu tidak ada pembagian laba, maka tahun berikutnya pemilik saham preferen tidak dapat menuntut kepada emiten. (Lain halnya jika bersifat partisipasi, dimana pemegang saham preferen berhak mendapat nilai sisa laba sesuai dengan kesepakatan yang diputuskan pada RUPS). Besarnya “dividen tetap” saham preferen PT. Centex Tbk adalah 14,5% dan nilai nominal Rp1000.

Langkah pertama yang perlu dilakukan didalam menganalisa harga wajar saham preferen Centex Tbk adalah mengkalkulasi besarnya tingkat pengembalian dan risiko (risk &return) berdasarkan kinerja historis perusahaan selama delapan tahun terakhir (1995-2002).

Rumus yang digunakan untuk mengkalkulasi tingkat pengembalian adalah : r = Capital gain(loss)+ Dividend Tunai /Harga Pasar Saat pembelian, lihat Tabel 4.

Langkah kedua. Setelah kalkulasi tingkat pengembalian setiap tahun selama 8 tahun terakhir, selanjutnya adalah menghitung tingkat pengembalian rata-rata atau expected return serta menghitung besarnya kemungkinan expected return tersebut tidak menjadi kenyataan atau berapa besar risikonya. Kalkulasinya dapat dilihat pada Tabel 5.

Kesimpulan sementara, kelihatannya tingkat pengembalian saham Preferen PTCentex Tbk cukup tinggi yaitu sebesar 41,68 % dan risikonya juga tinggi yakni sebesar 81,46 %. Apakah saham ini cukup menarik bagi investor tentunya tergantung kepada karakter dan utility function masing-masing investor.

Pertanyaan selanjutnya adalah menyangkut harga pasar saham di Bursa Efek. Berdasarkan analisa fundamental perusahaan, diperkirakan tingkat pengembalian rata-rata atau expected return Saham Preferen Centex adalah 41,68% dan risikonya 81,46%. Seharusnya harga pasar saham yang terjadi, menurut eficiency marke hypohesis, adalah refleksi tingkat pengembalian dan risiko tersebut. Akan tetapi apakah harga saham preferen yang terjadi di pasar pada saat analisa dilakukan merupakan harga wajar?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, diasumsikan bahwa investor rasionil akan mengharapkan tingkat pengembalian atau expected return sebesar 41,68%. Karena sifat partisipasi labanya adalah non kumulatif, maka preferen sifat saham dianggap serupa dengan saham biasa. Oleh karena itu rumus penilaian saham “Gordon Model” dapat digunakan.

Dengan demikian nilai wajar saham, berdasarkan analisa fundamental, seharusnya adalah Rp 1.626,- atau

Simpulan

1. Harga penutupan (Closing price) Saham Preferen PT.Centex Tbk per akhir Desember 2002 adalah Rp5000, berarti harga pasar yang terjadi di Bursa Efek ketika itu adalah tidak wajar terlalu sangat overvalued. Oleh karena itu rekomendasi kepada yang sudah memiliki saham adalah jual atau sell. Sebab lambat atau cepat harga saham akan terkoreksi turun mendekati harga wajar atau harga keseimbangan pada Rp1626,- Dan bagi calon investor disarankan jangan beli. Anehnya harga di Bursa Efek Jakarta 4 April 2003 adalah Rp5100,-

2. Mengapa harga wajar saham menurut analisa fundamental sangat berbeda dengan harga pasar di bursa? Kemungkinan penyebabnya karena pasar modal Indonesia tidak efisien dalam arti tidak transparan. Terdapat kemungkinan adanya mal praktek didalam penyusunan laporan keuangan oleh Kantor Akuntan Publik, sehingga informasi yang tersedia misleading (menyesatkan).

3. Seandainya tidak terdapat masalah didalam penyediaan informasi, atau diasumsikan pasar modal Indonesia sudah efisien, kemungkinan lain penyebab perbedaan menyolok antara harga wajar dengan harga pasar di bursa adalah sebagai berikut; Krisis keuangan dan moneter yang dialami Indonesia semenjak tahun 1997 dimana kurs rupiah jauh melemah dibandingkan US dollar, dijadikan alasan untuk merekayasa harga saham naik dari Rp1150 per akhir tahun 1998 menjadi Rp3500 pada akhir tahun 1999, Rp6500 tahun 2000, Rp5600 tahun 2001, dan Rp5000 pada akhir tahun 2002.

4. Pergerakan harga saham menciptakan gambaran semu, seolah-olah perusahaan menghasilkan retun yang tinggi tetapi tidak diimbangi dengan pertumbuhan pembagian dividend. Dividen saham preferen yang ditetapkan 14,5% seharusnya dibayarkan sebesar 14,5% x Rp5000 = Rp725 tetapi hanya dibayar sebesar Rp400.

5. Oleh karena itu, saham preferen pada harga Rp5000 dengan dividen tetap 14,5%, dan non kumulatif partisipasi laba, adalah terlalu tinggi atau overvalued, karena tidak akan menghasilkan tingkat pengembalian yang sepadan dengan risikonya jika investasi dilakukan sekarang.

6. Mengapa terjadi overvalued ? Mungkin juga karena reaksi atau perubahan persepsi masyarakat terhadap saham terlambat. Keterlambatan tersebut karena memang penyebaran informasi perihal perusahaan terlambat atau menyesatkan. Mungkin juga karena goreng-menggoreng harga churning) oleh pialang yang tidak bertanggung jawab lolos dari pemantauan Bapepam. Dengan perkataan lain penyebaran informasi yang terjadi di pasar modal adalah asimetry. Berarti kemungkinan pasar modal Indonesia belum efisien. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut dan mendapat perhatian dari otoritas pasar modal.

7. Meskipun laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari: Neraca dan Laporan Rugi-Laba” telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dengan kualifikasi “wajar tanpa pengecualian” dan telah dipublikasikan melalui media massa yang bertiras nasional, masih tetap terdapat kemungkinan adanya malpraktek didalam penyusunan laporan tersebut. Oleh karena itu mungkin saja nilai intrinsik saham hasil analisa berdasarkan pendekatan fundamental misleading.

8. Akhirnya untuk mendapatkan hasil analisa harga saham yang akurat, para analist perlu memperhatikan dan mengeliminir terlebih dahulu kendala-kendala yang kemungkinan menyebabkan hasil analisa menjadi bias.

Daftar Pustaka

Adler Hayman Manurung: “Analisis Saham Indonesia: Beberapa Saham Untuk Invesasi Jangka Panjang” Juni 1992. t f I t

Aswath Damodaran: “Corporate Finance: Theory and Practice ” John Eiley & Sons Inc. 1997.

Copeland, Koller, Merrin “Valuation: Measuring and Managing The Value of Companies” McKinsey & Company, Inc. 1995.

Ezra Solomon, “The Theory of Financial Management” Columbia University Press, 1963.

Gitman, Joehnk: “Fundamentals of Investing”, Harper Collins Publishing, Sixth Edition, 1996.

Haim Levy: “Principles o Corporate Finance” South-Western College Publishing, 1998.

Jack Clark Francis “Management of nvesments” McGraw-Hill International Editions, Third Edition, 1993.

John J. Hampton “Financial Decision Making: Concepts, Problems And Cases” Prentice-Hall International Editions, Fourth Edition, 1989.

Laporan Keuangan PT. Centex Tbk 1995-2002.

Lawrence J.Gitman: “Basic Managerial Finance” Third Edition, 1992.

M.J. Aldersen, K.C. Brown and S.L.Kummer. “Dutch Auction Rate Preferred Stock” Financial Management (Summer 1987).

Ross, Westerfield, Jordan: “Fundamentals of Corporae Finance” Second Edition, 1993. t r

The New York Institute of Finance: “How The Bond Market Works” New York of Institute of Finance, 1988.

W.K.H. Fung and A.Rudd, “Picing New Corporate Bond Issues: An Analysis of Issue Cost and Seasoning Effects” Journal of Finance (July 1986).

No comments: